Kamis, 28 Mei 2009

Sekolah Milik Organisasi Agama dan Misi Peningkatan Kerukunan Beragama

BERKAITAN dengan upaya pengembangan sikap toleransi beragama di Indonesia, peran institusi pendidikan formal, termasuk institusi pendidikan yang dikelola oleh organisasi keagamaan, khususnya Islam dan Kristen, sangat penting. Oleh karena itu, sumbangan mereka bagi pembentukan karakter anak didik yang intelek, religius, dan sekaligus nasionalis perlu terus dikembangkan. Sekolah-sekolah yang berada dalam naungan ormas agama ini merupakan aset nasional yang perlu dijaga kualitasnya, baik manajemen pengelolaan maupun kualitas penyelenggaraan akademiknya. Jika kualitas lembaga-lembaga pendidikan milik ormas agama meningkat, akan meningkat pula prospek lembaga pendidikan agama dalam mengemban misi nasional mencerdaskan bangsa sekaligus memperkuat dasar-dasar persatuan kebangsaan Indonesia.

Salah satu kata kunci yang sangat menentukan berhasil-tidaknya upaya mempertahankan persatuan bangsa Indonesia yang multikultural adalah toleransi beragama. Meskipun telah banyak dirintis pelaksanaan dialog antarumat pemeluk agama untuk menumbuhkan rasa saling pengertian di antara para penganut ajaran bermacam agama di Indonesia, masih tetap diperlukan langkah-langkah efektif agar hasilnya lebih optimal. Pada umumnya, kecurigaan yang masih ada di antara sesama umat pemeluk agama berkait langsung dengan keyakinan pemeluk agama mengenai kebenaran dan keunggulan agama masing-masing di atas agama yang lain.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran perlunya menjaga persatuan, kita perlu meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap ajaran agama lain. Dengan kata lain, kecenderungan inward looking, yaitu kebiasaan selalu berorientasi dan mengutamakan ajaran agama yang kita anut, mulai diimbangi dengan outward looking, mempelajari dan mencoba memahamai pandangan dan ajaran agama yang dianut orang lain. Aktivitas ini dilakukan bukan untuk mencari agama mana yang paling unggul, atau paling benar, melainkan semata-mata mencari titik-titik persamaan dan keselarasan yang bisa dijadikan landasan mengembangkan persatuan bangsa.

Pada sisi lain, kita perlu menyadari bahwa perubahan masyarakat yang terjadi bersifat global, tidak terbatas pada wilayah geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menciptakan kondisi saling tergantung antara berbagai bangsa. Dengan demikian, antisipasi yang dilakukan harus pula bersifat global dan tidak terbatas pada lingkungan sosial dan budaya Indonesia..

Peran Sekolah Milik Organisasi Agama

Berkaitan dengan upaya pengembangan sikap toleransi beragama di Indonesia, peran institusi pendidikan formal, termasuk institusi pendidikan yang dimiliki dan dikelola oleh organisasi keislaman, sangat penting. Oleh karena itu, sumbangan mereka bagi pembentukan karakter anak didik yang intelek, religius, dan sekaligus nasionalis perlu terus dikembangkan.

Salah satu di antara lembaga pendidikan keislaman yang memiliki jumlah sekolah terbesar adalah Muhammadiyah sehingga sekolah-sekolah yang berada dalam naungan lembaga ini merupakan aset nasional yang perlu dijaga kualitasnya, baik manajemen pengelolaan maupun kualitas penyelenggaraan akademiknya. Setidaknya, jika kualitas lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah meningkat, akan meningkat pula prospek lembaga pendidikan Islam dalam mengemban misi nasional mencerdaskan bangsa sekaligus memperkuat dasar-dasar persatuan kebangsaan Indonesia.

Tokoh pendiri perserikatan Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, menginginkan lembaga pendidikan Muhammadiyah mampu menanamkan nilai-nilai intelektualitas, keimanan, dan keterampilan di kalangan anak didik beragama Islam sehingga mereka siap bersaing dengan kelompok masyarakat lain, sampai waktu kapan pun. Latar belakang historis kelahiran Muhammadiyah pada 1912 ini perlu dipahami oleh setiap pengelola pendidikan Muhammadiyah agar mereka tidak tercerabut dari akar sejarah. Untuk itu, perlu digalakkan berbagai kajian, seperti kajian sosiologis, politik, ekonomi, dan budaya untuk meninjau relevansi Muhammadiyah dengan tuntutan masyarakat sekarang. Agar lebih efektif, selain melibatkan personalia pengurus Muhammadiyah kajian ini juga mengikutsertakan kalangan luar, terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.

Kajian sosiologis terkait dengan upaya menmahami pola hubungan yang dikembangkan Muhammadiyah dalam berinteraksi dengan lingkungan masyarakat di masa kelahirannya, tidak saja dengan komunitas beragama Islam, melainkan juga dengan komunitas agama, ideologi, dan keyakinan yang lain. Kebijakan yang populis ini perlu dipahami oleh para penerus Muhammadiyah agar mereka semakin sadar akan kemajemukan bangsa, yang sejak dini sangat diperhatikan oleh pendiri Muhammadiyah. Kemajemukan bangsa ini adalah kekayaan budaya yang potensi mengandung nilai-nilai positif seperti dinamika pemikiran dan dan gagasan. Kenyataan objektif berupa adanya usaha sebagian bangsa di sejumlah daerah Indonesia untuk memisahkan diri dari naungan NKRI hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi seluruh komponen bangsa akan arti pentingnya memperkukuh batu sendi persatuan bangsa, dengan sikap toleransi beragama sebagai salah satu fondasinya yang paling kokoh. Dengan diberlakukannya Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, sekarang tercipta iklim yang cukup kondusif bagi pengembangan wawasan keagamaan secara lebih luas dan bertanggung jawab.

Faktor riil politik di Indonesia (Hindia Belanda) saat kelahiran Muhammadiyah juga menjadi faktor penting yang menentukan corak dan pola strategi yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam mencapai misi dakwahnya. Corak dan pola strategi ini terus berubah, selaras dengan dinamika kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, para penerus Muhammadiyah sekarang tidak boleh terjebak pada sistem dan mekanisme dakwah yang dianggap baku dan tidak dapat direvisi atau diperbarui lagi, apalagi jika sistem itu cenderung konservatif dan tidak mampu mengapresiasi dan menyerap aspirasi masyarakat yang sarat dengan aneka tuntutan dan kebutuhan.

Pembinaan Guru

Dalam proses belajar mengajar,guru emegang pernanan vital. Guru tururt menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran. Guru yang memiliki kualifikasi akan menghasilkan keluaran (out put) yang memadai.

Untuk membina anak didik agar menjadi manusia yang toleran, yang memiliki wawasan luas mengenai agama, dan selalu berusaha mewujudkan kehidupan keagamaan yang harmonis, diperlukan guru yang berkualitas dan memiliki kualifikasi. Beberapa hal perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru:

Mengikutsertakan guru dalam pendidikan tambahan, misalnya berbentuk pembekalan atau pelatihan, mengenai pentingnya menumbuhkan sikap toleran antarpemeluk agama.

Para guru perlu mendalami ajaran agama lain, untuk mendapatkan pemahaman tambahan. Mempelajari di sini bukan dengan maksud mengikuti keyakinan agama lain tetapi untuk lebih memahami seluk-beluk keyakinan orang lain agar tidak terjebak pada pandengan sempit dan picik yang sering kali menjadi sukber prasangka terhadap keyakinan agama lain.

Melalui kajian historis, sosiologis dan politis dapat dirumuskan patokan dalam perumusan ulang (rekonstruksi) filsafat pendidikan di institusi pendidikan milik organisasi massa keagamaan lain.

Perumusan-ulang filsafat pendidikan mutlak dilaksanakan, dengan fokus kegiatan:

(a) merumuskan kembali tujuan pendidikan yang diselenggarakan sekolah-sekolah ormas agama,
(b) meninjau kembali pandangan dan sikap lembaga terhadap masyarakat yang beragam etnis, agama dan keyakinan,
(c) merumuskan kembali hubungan agama dengan keluarga, masyarakat, dan negara.

Saran

Sekolah milik organisasi agama, termasuk sekolah milik Muhammadiyah, perlu secara konsisten melakukan revisi kurikulum agar tidak terkesan eksklusif dan cenderung memandang pemeluk agama lain sebagai "the other". Seiring dengan itu, di lingkungan sekolah milik organisasi agama perlu diperbanyak forum dialog yang melibatkan penganut berbagai agama. Dialog dan tukar pikiran seperti ini berdampak positif bagi perkbangan psikologis anak didik.

Dalam konteks implementasi falsafah pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan keislaman, diperlukan tafsir baru terhadap prinsip dasar yang diajarkan Al-Quran. Salah satu prinsip itu adalah gagasan lakum diinukum waliyadiin 'bagimu agamamu dan bagiku agamaku". Ajaran ini perlu diperbarui, dengan mengubah penekanan dari aspek teologis menjadi penekanan pada aspek sosiologis. Dengan demikian, terbuka peluang menjalin kerja sama dalam berbagai bidang demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dengan berbagai latar belakang agama, keyakinan, dan ideologi.

Penulis: Bambang Widiatmoko
Dosen di FKIP Universitas Islam '45 Bekasi

sumber: pendidikan.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar