Kamis, 28 Mei 2009

P A U D Masih Dipandang Sebelah Mata

"" Para pemangku kepentingan pendidikan belum sepenuhnya memperhatikan pendidikan anak usia 0-6 tahun. Banyak yang memandangnya sebelah mata...""
Perhatian yang demikian kecil pada PAUD bukan hanya menghinggapi masyarakat kebanyakan. Kalangan birokrat pendidikan, terutama di daerah, masih belum melihat pentingnya PAUD.
Buktinya, kebijakan yang dibuat aparatur birokrasi pendidikan belum menyentuh PAUD. Para orang tua di pedesaan pun kurang memiliki kesadaran untuk memasukkan anaknya pada pendidikan anak usia dini.
Kondisi demikian lantas diperparah oleh faktor kemampuan ekonimi masyarakat pedesaan yang rendah. Maka, masyarakat desa pun seperti kata pepatah, “sudah jatuh tertimpa tangga”.
Lantas apa yang harus dilakukan untuk untuk mengatasi masalah ini. Dirjen PLS Ece Suryadi mengatakan sosialisasi PAUD bagi masyarakat desa harus diutamakan.
Seperti diketahui, periode 0-6 tahun adalah usia emas seorang anak manusia. Dus, jika di usia ini anak ditangani dengan baik maka kita akan mendulang sumber daya manusia yang handal kelak di kemudian hari.
Sebaliknya jika kita salah menanganinya, hasilnya justru sebaliknya. Artinya bukan SDM bermutu yang dihasilkan melainkan SDM keropos.
Menangani anak usia dini ini haruslah komprehensif. Maksudnya, pendekatan yang harus diambil adalah dengan perawatan dan pendidikan. Di dalamnya ada tiga hal yang harus diintegrasikan yakni pendidikan, gizi dan kesehatan.
Di negara-negara maju, PAUD sudah ditangani dalam sistem yang mapan. Dengan begitu, pendidikan anak usia dini dikelola secara profesional. Tak mengherankan kalau SDM negara maju cukup bermutu karena sejak dini SDM-nya dipersiapkan dengan dengan baik.
Dalam masyarakat kota, kesadaran akan pentingnya PAUD sudah lebih baik. Para orang tua bahkan mempersyaratkan anaknya masuk Taman Kanak-kanak (TK). Hanya masalahnya, TK sebagai salah satu bentuk pelayanan PAUD (prasekolah) disalahkaprahi. Praktik pengelolaan TK di perkotaan ini terjebak sebagai lembaga formal. TK pun lebih bernuansa schooling (persekolahan). Padahal seharusnya TK dikelola dengan pendekatan preschooling (prasekolah).
Pendidikan TK berkesan seperti kelas awal SD. Soalnya karakteristik materi dan strategi pembelajarannya kaku dan mengarah kepada pengembangan intelektual. Sebagai contoh, dalam kegiatan belajar di TK, guru menerangkan daun hanya di depan kelas (sangat verbalistis dan parsial). Padahal dalam pembelajaran tersebut, anak-anak bisa diajak keluar ruangan kelas untuk mengamati dan bercerita ihwal daun. Mestinya, pengelolaan pendidikan anak usia dini lebih tepat didekati dengan pendekatan nonformal dengan mengedepankan sentuhan emosi anak. Untuk iitu, pengembangan anak usia dini memerlukan pembenahan internal dari sisi kebijakan, pelurusan konsep dan strategi dalam pengelolaan, serta proses sosialiasi dan diseminasi PAUD kepada masyarakat terutama di pedesaan.

Penulis: wartaplus
sumber: www.pnfi.depdiknas.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar